Mahmud Ahmadinejad, ya nama ini sering muncul di tv karena keberaniannya menetang arogansi Amerika, yang bahkan menggemparkan dunia. Ketika Presiden Republik Iran ini mengirim surat terbuka kepada Presiden Amerika Serikat George W. Bush. Surat ini diberikan kepada Presiden Amerika Serikat George W. Bush melalui kedutaan Swiss di Tehran pada tanggal 8 Mei 2006. Aslinya surat ini ditulis dalam Bahasa Persia, kemudian diterjemahkan ke Bahasa Inggris.
Surat asli dalam Bahasa Persia tersedia di situs presiden.
Surat asli dalam Bahasa Persia tersedia di situs presiden.
Mahmud Ahmadinejad atau bisa dibaca Ahmadinezhad (bahasa Persia: محمود احمدینژاد ; lahir di Aradan, Iran, 28 Oktober 1956; umur 55 tahun[2][3]) adalah Presiden Iran yang keenam dan memperoleh 61.91% suara pemilih pada pilpres Iran tanggal 24 Juni 2005.[3] Jabatan kepresidenannya dimulai pada 3 Agustus 2005.[1] Ia pernah menjabat walikota Teheran dari 3 Mei 2003 hingga 28 Juni 2005 waktu ia terpilih sebagai presiden[2]. Ia dikenal secara luas sebagai seorang tokoh konservatif yang sangat loyal terhadap nilai-nilai Revolusi Islam Iran, 1979.[1]
Keluarga
Lahir di daerah desa pertanian Aradan, dekat Garmsar, sekitar 120 kilometer arah tenggara Teheran.
Dia merupakan anak keempat dari tujuh bersaudara, berasal dari keluarga
Syiah. Orang tuanya,seorang Tukang Besi, Ahmad Saborjihan, memberi nama
Mahmud Saborjihan saat lahir. Dia menggunakan nama tersebut
hingga sebuah keputusan besar mendorong keluarganya untuk hijrah ke
Teheran pada paruh kedua tahun 1950-an. Di Teheran, ayahnya mengubah
namanya menjadi Mahmud Ahmadinejad sebagai isyarat religiusitas dan semangat mencari kehidupan yang lebih baik, karena Saborjihan dalam bahasa Parsi berarti pelukis karpet, pekerjaan yang jamak dilakukan di sentra karpet seperti Aradan, sedangkan Ahmadinejad berarti ras yang unggul, bijak dan paripurna.[2]
Pendidikan
Dia lulus dari Universitas Sains dan Teknologi Iran (IUST) dengan gelar doktor dalam bidang teknik dan perencanaan lalu lintas dan transportasi.
Pada tahun 1980, dia adalah ketua perwakilan IUST untuk perkumpulan mahasiswa, dan terlibat dalam pendirian Kantor untuk Pereratan Persatuan (daftar-e tahkim-e vahdat), organisasi mahasiswa yang berada di balik perebutan Kedubes Amerika Serikat yang mengakibatkan terjadinya krisis sandera Iran.
Bergabung dengan Imam Khomeini
Pada masa Perang Iran-Irak, Ahmedinejad bergabung dengan Korps Pengawal Revolusi Islam pada tahun 1986. Dia terlibat dalam misi-misi di Kirkuk, Irak.
Dia kemudian menjadi insinyur kepala pasukan keenam Korps dan kepala
staf Korps di sebelah barat Iran. Setelah perang, dia bertugas sebagai
wakil gubernur dan gubernur Maku dan Khoy, Penasehat Menteri Kebudayaan dan Ajaran Islam, dan gubernur provinsi Ardabil dari 1993 hingga Oktober 1997.
Sebagai Presiden Iran
Setelah dua tahun sebagai walikota Teheran, Ahmadinejad lalu terpilih
sebagai presiden baru Iran. Tak lama setelah terpilih, pada 29 Juni 2005, sempat muncul tuduhan bahwa ia terlibat dalam krisis sandera Iran pada tahun 1979. Iran Focus
mengklaim bahwa sebuah foto yang dikeluarkannya menunjukkan Ahmadinejad
sedang berjalan menuntun para sandera dalam peristiwa tersebut, namun
tuduhan ini tidak pernah dapat dibuktikan.
Kontroversi
Kutipan pernyataannya dalam sebuah pertemuan di hadapan para mahasiswa pada 26 Oktober 2005 dari pernyataan Ayatollah Khomeini yang menyerukan agar Israel "dihapus dari peta dunia" memicu kontroversi. Selain, menuai kecaman dari berbagai pemimpin dunia, termasuk Presiden Shimon Peres. Peres bahkan membalas dengan menuntut agar Iran dikeluarkan dari keanggotaan di Perserikatan Bangsa-bangsa.
Pernyataan yang kontroversial ini diulang kembali pada 14 Desember 2005. Saat itu, ia berkata bahwa Holocaust (peristiwa pembantaian terhadap kaum Yahudi oleh rezim Nazi pada masa Perang Dunia II) hanyalah sebuah mitos
yang digunakan bangsa Eropa untuk menciptakan negara Yahudi di jantung
dunia Islam. Ia juga sempat menyelenggarakan konferensi tentang
Holocaust.
Sementara, kritik dalam negeri mengenai kebijakan domestik dan luar
negeri terus mengalir deras. Kritik datang dari tokoh ulama besar
Ayatollah Hossein Ali Montazeri. Merujuk retorika Ahmadinejad terhadap
Amerika Serikat, Montazeri menyatakan bahwa sangat perlu bertindak logis
terhadap musuh dan tidak memprovokasi. Bagi Montazeri, ekstremisme
tidak berbuah baik untuk rakyat.
Iran menegaskan bahwa pengembangan teknologi nuklir merupakan hak yang tidak bisa disangkal meskipun Dewan Keamanan PBB
mengeluarkan resolusi yang menuntut Iran untuk menghentikan program
pengayaan uranium. Ahmadinejad mendapat kritikan dari kalangan
konservatif maupun reformis mengenai kebijakan ekonominya dan cara dia
menangani isu nuklir Iran.
Sebuah artikel pada koran Inggris, The Daily Telegraph yang diterbitkan pada tanggal 3 Oktober 2009,
menampilkan foto Mahmud Ahmadinejad yang diambil selama pemilu Iran.
Dalam foto itu terlihat ia sedang menunjukkan surat identitasnya dengan
nama keluarga sebelumnya "Sabourjian", "nama Yahudi terkenal di Iran".[4] Artikel tersebut mengklaim bahwa Sabourjian berarti "penenun dari Sabour," nama untuk tallit Yahudi di Persia. Artikel itu juga mengklaim bahwa keluarganya masuk Islam
dan mengubah nama keluarga setelah Ahmadinejad lahir. Artikel tersebut
mengutip seorang ahli yang mengatakan bahwa akar Yahudi Ahmadinejad,
jika benar, akan menjelaskan kebencian terhadap Yudaisme dan Israel: "Setiap keluarga yang berpindah ke agama yang berbeda mengambil identitas baru dengan mengutuk iman lama mereka."
Namun, menurut para ahli Iran yang diwawancarai oleh Guardian, "tidak
ada makna semacam itu untuk kata 'sabour' dalam salah satu dialek
Yahudi Persia, juga tidak berarti selendang doa Yahudi di Persia," nama
itu sebenarnya berarti "pelukis benang," leluhur Ahmadinejad diketahui
sebagai Muslim, dan kerabat Ahmadinejad mengatakan dia mengadopsi nama
baru pada saat pindah ke Teheran, untuk menghindari diskriminasi berdasarkan akar pedesaannya.[5]
Serba-serbi
Rencana menonton timnya berlaga di Piala Dunia 2006
di Jerman dihambat berbagai elemen masyarakat setempat, sehingga izin
tidak diberikan. Bahkan warga Yahudi di Jerman menentang kehadirannya
mengingat pernyataannya seputar Holocaust. "Penyangkalan kekejaman Nazi
adalah pelanggaran serius di Jerman," kata Charlotte Knobloch, Ketua
Central Council Jews. Knobloch menuding Ahmadinejad sebagai "Hitler
kedua". Menteri Dalam Negeri Jerman Guenther Beckstein menyatakan, "Kami
harus menegaskan bahwa ia tak diinginkan di sini. Lebih baik ia tak
usah datang."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar